KANDIDATNEWS.COM – Indonesia telah memenuhi syarat untuk membuka kembali aktivitas warga dan ekonomi. Namun tak bisa dilakukan secara serentak, harus bertahap, karena grafik kasus setiap wilayah berbeda-beda, setelah PSBB diberlakukan. Jakarta yang merupakan pusat ekonomi dan bisnis termasuk yang layak dibuka.
Demikian salah satu kesimpulan penting dari riset yang dilakukan oleh LSI Denny JA terkait PSBB yang hingga sekarang masih diberlakukan di sejumlah daerah di Tanah Air, yang dilansir Sabtu (16/5) siang, di kantor LSI Denny JA, Rawamangun, Jakarta Timur.
“Jakarta yang merupakan pusat ekonomi dan bisnis Indonesia, termasuk wilayah yang sudah layak dibuka kembali. Diharapkan dengan dibukanya kembali (dilonggarkannya PSBB), tak berakibat pada makin terpaparnya warga terhadap penyakit covid-19 dan tak makin terkaparnya ekonomi rumah tangga dan nasional Indonesia,” kata peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman, Sabtu, saat melansir hasir riset terbaru bertajuk ‘Indonesia Bekerja Kembali : Lima Kisi-Kisi’.
LSI menyebutkan, mulai Juni 2020 pelonggaran PSBB bisa dilakukan secara bertahap. Jakarta menjadi wilayah pertama yang memberlakukan PSBB sejak 10 April lalu.
“Data nasional menunjukan bahwa tren penambahan kasus baru terlihat mulai mendatar (statis) di kurva, di sejumlah wilayah justru trennya mulai menurun. Namun sebaliknya dampak negatif terhadap ekonomi memuncak. Data menunjukan peningkatan jumlah pengangguran dan penurunan pertumbuhan ekonomi nasional,” lanjutnya.
“Diharapkan bahwa dibukanya kembali (dilonggarkannya PSBB), tak berakibat pada makin terpaparnya warga terhadap penyakit covid-19 dan tak makin terkaparnya ekonomi rumah tangga dan nasional Indonesia.”
LSI menyebutkan, dibukanya kembali pembatasan sosial (PSBB) dan warga bisa kembali beraktifitas bukannya tanpa alasan. LSI Denny JA menemukan bahwa setidaknya ada 3 (tiga) latar belakang atau landasan mengapa Indonesia perlu bekerja kembali secepatnya? Pertama, sebelum Indonesia, telah banyak negara di dunia yang telah membuka kembali aktifitas warga dan ekonominya.
April lalu, sejumlah negara Eropa seperti Jerman, Austria, Norwegia, Denmark, Yunani, dan juga New Zealand (non Eropa), telah melonggarkan kebijakan “lockdown”-nya. Pada awal Mei, diikuti oleh negara Eropa yang lain, seperti Portugal, Spanyol, Belgia, Italia dan Perancis.
“Diantara negara-negara tersebut, Italia, Spanyol, Perancis dan Jerman adalah negara yang diawal pandemi memiliki kasus positif dan meninggal paling banyak di Eropa. Negara-negara tersebut membuka kembali pembatasan sosial (lockdown) setelah mereka melewati puncak pandemi, yang terlihat dari data kurva kasus harian yang menurun (driven by data).”
Dalam kebijakan membuka kembali aktifitas warga dan ekonomi, sejumlah negara tersebut punya detil-detil kebijakan yang berbeda-beda. Namun ada persamaan dari kebijakan aktifitas ekonomi yang dibolehkan. Diantaranya; usaha kecil menengah, toko-toko kebutuhan pokok harian, toko buku, toko pakaian, dan taman publik dibolehkan mulai dibuka dengan tetap menjaga aturan social distancing. Namun bar, restoran dan kafe belum diijinkan buka hingga Juni 2020.
Alasan kedua mengapa Indonesia sudah harus kembali bekerja karena tak mungkin menunggu hingga vaksin benar-benar ditemukan, karena vaksin baru ditemukan paling cepat 12 bulan lagi.
“Menurut para pakar, termasuk Dr. Anthony Fauci, pakar utama penyakit infeksi Amerika Serikat, bahwa vaksin paling cepat ditemukan 12 bulan sejak virus diteliti. Artinya jika berhasil antara Februari – Juni 2021 baru vaksinnya tersedia. Proses produksi dan distribusi juga akan memakan waktu hingga vaksin tersebut bisa digunakan di Indonesia.”
Sementara hingga Mei 2020, dilaporkan bahwa efek ekonomi Corona mulai terasa di Indonesia. Organisasi APINDO melaporkan bahwa data mereka menunjukan terdapat kurang lebih 7 juta karyawan yang di PHK pada Mei 2020. APINDO juga mengingkatkan bahwa terdapat 30 juta karyawan di bidang properti yang juga terancam di PHK jika pandemi belum bisa diatasi (undercontrol). Artinya jika aktivitas ekonomi tidak secara bertahap dimulai maka warga Indonesia bisa menderita akibat terkaparnya ekonomi rumah tangga.
Alasan ketiga, Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara kesehatan tubuh dan kesehatan ekonomi. Selain angka pengangguran yang makin tinggi, efek ekonomi pandemi corona yang terasa adalah turunnya pendapatan negara, dan pertumbuhan ekonomi tidak mencapai target. Hal ini dapat mengakibatkan dampak ekonomi ke semua sektor (krisis ekonomi).
“Jika aktivitas ekonomi tak segera dibuka kembali, maka pemulihan ekonomi Indonesia akan melalui jalan yang panjang dan terjal,” tegas Ikram.
Namun tentu dibuka kembalinya aktifitas warga dan ekonomi harus dilakukan dengan bertahap (gradual), belajar best practice dari negara yang sudah lebih dahulu, dituntun dengan data (driven by data) dan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Dari riset yang dilakukan, LSI Denny JA menawarkan 5 (lima) kisi-kisi untuk Indonesia kembali kerja. Kelima kisi-kisi tersebut adalah, pertama; dimulai dari daerah yang grafik tambahan kasus harian positifnya menurun. Riset LSI Denny JA, yang telah dirilis sebelumnya, menunjukan bahwa ada 4 (empat) wilayah yang masuk ke dalam tipologi B (Baik). Yaitu wilayah yang tambahan kasus hariannya menunjukan penurunan dari waktu-waktu meski tak drastis pasca pemberlakuan PSBB. Keempat wilayah tersebut adalah DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung Barat.
Namun selain itu, ada wilayah yang tidak memberlakukan PSBB, namun tren kasus hariannya menurun, yaitu Provinsi Bali. Artinya bahwa kelima wilayah ini, dari riset LSI Denny JA, telah memenuhi syarat untuk dibukakan kembali aktifitas warga dan ekonomi.
Kedua, yang usianya rentan terkena virus dan rentan angka kematian tetap di rumah/kerja dari rumah. Sementara usia yang tidak rentan dibolehkan bekerja kembali di luar rumah. Data Indonesia menunjukan bahwa angka kematian akibat virus Corona paling tinggi terdapat pada usia diatas 45 tahun. Di kelompok usia ini, hingga saat ini, angka kematiannya mencapai diatas 80 % dari total jumlah kematian akibat Covid-19.
“Artinya berdasarkan data, mereka yang usianya dibawah 45 tahun dapat kembali bekerja. Sementara mereka yang usianya diatas 45 tahun, tetap diminta untuk bekerja dari rumah (work from home). Pemerintah Indonesia melalui Satuan Gugus Tugas Nasional telah mengumumkan bahwa mereka yang usia dibawah 45 tahun boleh kembali kerja. Himbauan dan kebijakan pemerintah tersebut punya legitimasi data dan keilmuwan.”
Ketiga, data juga menunjukan bahwa tingkat kematian juga tidak proporsional bagi mereka yang punya penyakit penyerta. Data di Indonesia menunjukan bahwa mereka yang punya penyakit sebelum terpapar virus, seperti hipertensi, sakit jantung, sakit paru, diabetes, lebih rentan terhadap kematian dibanding mereka yang tak punya riwayat penyakit tersebut.
Data dunia juga menunjukan gejala yang sama, tingkat kematian paling tinggi pada mereka yang punya penyakit-penyakit penyerta diatas. Artinya bahwa pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan bahwa mereka yang dibolehkan bekerja di luar rumah adalah mereka yang secara klinis tak punya penyakit penyerta yang kronis. Dan mereka yang pekerja namun punya penyakit penyerta yang kronis, bisa tetap kerja dari rumah.
“Keempat, memulai gaya hidup baru di era “new normal”. Artinya bahwa warga diijinkan kembali beraktifitas namun selalu menjaga protokol kesehatan. Karena kita “hidup bersama” virus corona di tengah-tengah kita hingga vaksinnya ditemukan.”
“Aturan social distancing tetap berlaku ketat, menggunakan masker ketika keluar rumah terutama di fasilitas dan transportasi publik, sering mencuci tangan, tak bersalaman dulu dan lainnya. Dunia usaha juga mulai membiasakan diri untuk menggunakan teknologi komunikasi untuk kepentingan bisnisnya.”
Kelima, semua pihak harus berperan serta, mengambil bagian untuk menjaga agar protokol kesehatan terjaga ketika kembali beraktifitas. Tak hanya pemerintah, baik pusat maupun daerah, namun pemimpin dunia usaha, tokoh masyarakat, tokoh agama harus terlibat aktif mengedukasi dan mengawasi warga agar terjaga kesehatan bersama.
Kembali beraktifitas dengan tetap menjaga ketat protokol kesehatan sangat penting untuk mencegah melonjaknya kasus baru dan juga mengantisipasi datangnya gelombang kedua pandemi. China, Korea Selatan dan Jerman melaporkan bahwa terdapat cluster kasus baru pasca dibukanya lockdown. Dunia punya pengalaman Flu Spanyol tahun 1918 yang menunjukan bahwa gelombang kedua lebih membahayakan dan lebih banyak korban dibanding gelombang pertama flu tersebut.
Pengalaman tersebut menjadi warning bagi Indonesia dan dunia. Pemerintah Indonesia (Baik Pusat dan Daerah) pun harus meningkatkan kemampuan untuk memperbanyak jumlah test harian (rasio test harian Indonesia di dunia masih kecil), melacak penyebaran, menyetop, melakukan isolasi, dan mengobati pasien terpapar Corona.
Riset LLSI Denny JA dilakukan dengan metode kualitatif yaitu studi data sekunder periode. Tiga sumber data yang digunakan: Data Gugus Tugas, Data Worldometer, dan data WHO.