KANDIDATNEWS.COM – Pertengahan Juni 2021, LSI Denny JA menyebutkan ada 3 King Maker untuk Pilpres 2024, yakni Megawati Soekarnoputri, Airlagga Hartarto (AH), dan Prabowo Subianto. Kini seiring dicapreskannya Anies Baswedan oleH Partai Nasdem, nama Surya Paloh pun muncul sebagai King Maker ke-4.
Jika Megawati, AH, dan Prabowo membawa spirit meneruskan Jokowi, Surya Paloh justru potensial menjadi antitesa Jokowi.
Demikian hasil survei terkini LSI Denny JA bertajuk ‘Dilema 4 King Maker untuk 3 Pasangan Capres’ yang dirilis Selasa (20/12) siang, di kantor LSI Denny JA, Rawamangun, Jakarta Timur.
“Masing-masing dari empat king maker memiliki dilemanya sendiri. Surya Paloh misalnya, dilemanya adalah NasDem tetap di pemerintahan atau keluar dari pemerintahan agar tegas bahwa Anies Baswedan yang diusung membawa isu perubahan,” ujar Peneliti LSI Denny JA, Fitri Hari.
Dilema Megawati misalnya adalah membuat kader PDIP menjadi Cawapres Prabowo (bagi Puan atau Ganjar) atau meninggalkan Prabowo dan kader PDIP maju sebagai capres.
Dilema Airlangga Hartarto misalnya adalah maju sebagai capres (tapi elektabilitas belum tinggi) atau fokus menjadi cawapres bagi capres yang potensial menang.
Dilema Prabowo misalnya adalah kesulitan mencari Cawapres di luar PKB. Sementara PKB bersikukuh harus Cak Imin Cawapresnya.
Data dan analisa didasarkan pada survei nasional pada tanggal 10 – 19 Oktober 2022 dan riset kualitatif. Survei nasional menggunakan 1.200 responden di 34 Provinsi di Indonesia. Wawancara dilaksanakan secara tatap muka (face to face interview). Margin of error (Moe) survei ini adalah sebesar +/- 2.9%.
Survei nasional itu dilengkapi dengan riset kualitatif terbaru di bulan Desember 2022. Riset kualitatif dilakukan dengan analis media, Focus Group Discussion (FGD), dan indepth interview.
“King maker pertama, Megawati Soekarno Putri yang merupakan ketua umum dan sosok sentral di PDIP. PDIP sudah mengantongi tiket penuh untuk bisa mencalonkan pasangan presiden di Pilpres 2024. Raihan kursi PDIP di DPR RI sebanyak 128 kursi (setara 22,26%) melampaui persyaratan minimal mengajukan pasangan capres-cawapres 2024 sebanyak 20%.” jelasnya.
“King maker kedua adalah Airlangga Hartarto yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar dan inisiator dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). KIB merupakan koalisi yang terdiri dari Partai Golkar dengan jumlah kursi 85 kursi (14,78%), PAN dengan jumlah kursi 44 kursi (7,65%), dan PPP dengan jumlah kursi 19 kursi (3,3%). KIB sudah mengantongi tiket. Jumlah kursi koalisi ini sebanyak 148 kursi (25,73%).”
Adapun king maker ketiga, lanjutnya, adalah Prabowo Subianto, yang merupakan satu dari tiga capres elektabilitas tertinggi dan mengendalikan Gerindra sebagai partai terbesar ketiga. Elektabilitas Prabowo saat ini mencapai 23,9%, berada di urutan kedua, selisih 1,9% dengan urutan pertama yaitu Ganjar Pranowo yang angka elektabilitasnya mencapai 25,8%. Di urutan ketiga capres elektabilitas tertinggi ada Anies Baswedan dengan elektabilitas di angka 17,8%.
Raihan kursi Partai Gerindra di DPR RI sebanyak 78 kursi (13,57%). Masih kurang 37 kursi (6,43%) untuk bisa mendapatkan tiket pencapresan di 2024.
“Sedangkan king maker keempat adalah Surya Paloh yang mengendalikan satu dari tiga capres elektabilitas tertinggi (Anies Baswedan), dan bisa menghidupkan kartu dua partai yang beroposisi terhadap pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin.”
Dua partai yang beroposisi adalah Partai Demokrat dengan jumlah kursi 54 kursi (9,39%) dan PKS dengan jumlah kursi 50 kursi (8,70%). Jumlah kursi dua partai ini adalah 104 kursi (18,09%). Jika Partai Demokrat dan PKS di tambah partai Nasdem yang mempunyai 59 kursi, maka jumlah kursi mencapai 163 kursi (28,35%). Jumlah ini melampaui syarat minimal tiket pencapresan 2024.
“Dengan komposisi di atas, paling banyak hanya mungkin tiga pasangan capres karena PDIP sepertinya mustahil tidak berkoalisi dengan partai lain. Komposisi ini tidak cukup untuk empat atau lebih pasangan capres.”
Adapun lima capres elektabilitas tertinggi adalah pertama, Ganjar Pranowo dengan angka elektabilitas 25,8%. Kedua, Prabowo Subianto dengan angka elektabilitas 23,9%. Ketiga, Anies Baswedan dengan angka elektabilitas 17,8%. Keempat, Ridwan Kamil (RK) dengan angka elektabilitas 9,4%. Kemudian kelima adalah Airlangga Hartarto dengan angka elektabilitas 5,0%).
Masing-masing dari empat king maker ini menghadapi dilema. Dilema ini berkaitan dengan posisi capres maupun cawapres yang akan diusung, posisi di pemerintahan, posisi koalisi, atau bahkan slogan ke depan sebagai penerus atau antitesa Jokowi. Berikut dilema dari masing-masing king maker:
Pertama: Surya Paloh.
Surya Paloh dengan Partai NasDemnya mengajukan Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024. Data menunjukkan pemilih yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi, Ganjar yang menang.
Pemilih yang puas terhadap kinerja Presiden Jokowi memilih Ganjar sebanyak 32%. Yang memilih Prabowo sebanyak 23,1%, dan memilih Anies sebanyak 12,3%. Di pemilih yang puas terhadap kinerja Presiden Jokowi, Ganjar yang menang.
Sementara itu, di segmen pemilih yang tidak puas dengan kinerja Presiden Jokowi, Anies yang menang. Pemilih yang tidak puas terhadap kinerja presiden Jokowi yang memilih Anies sebanyak 35,6%. Yang memilih Prabowo sebanyak 27%, dan memilih Ganjar sebanyak 8,5%. Di pemilih yang tidak puas dengan kinerja Presiden Jokowi, Anies yang menang
Dilema pertama Surya Paloh adalah kuat di suara yang beroposisi dengan Jokowi, tapi ia masih menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi.
Saat ini ada tiga kader Partai NasDem yang menjadi menteri dalam pemerintahan Jokowi. Mereka yaitu Syahrul Yasin Limpo (Menteri Pertanian), Johnny G Plate (Menteri Komunikasi dan Informasi), serta Siti Nurbaya Bakar (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Dilema kedua Surya Paloh, NasDem tetap di pemerintahan atau keluar dari pemerintahan agar tegas bahwa Anies Baswedan yang diusung membawa isu perubahan.
Dilema ketiga Surya Paloh, dalam mengusung Anies Baswedan akan membawa slogan penerus Jokowi atau antitesa Jokowi.
Dilema keempat Surya Paloh, menampung partai oposisi PKS atau Demokrat (dengan AHY sebagai Cawapres Anies), atau memoderatkan diri bergabung dengan KIB dengan Airlangga sebagai Cawapres.
Kedua: Megawati
Elektabilitas dua kader PDIP dan Prabowo jika diurut sebagai berikut. Peringkat pertama ada Ganjar dengan elektabilitas sebesar 25,8%. Peringkat kedua Prabowo dengan 23,9%. Sedangkan peringkat ketiga Puan Maharani sebesar 2,9%.
Dilema Pertama Megawati, membuat kader PDIP menjadi cawapres Prabowo (bagi Puan atau Ganjar), atau meninggalkan Prabowo, dan kader PDIP maju sebagai capres.
Dilema kedua Megawati, jika menyerahkan Puan sebagai cawapres Prabowo, Ganjar akan dipinang partai lain sebagai Capres
Dilema ketiga Megawati, jika menyerahkan Ganjar menjadi cawapres Prabowo bukankah elektabilitas Ganjar lebih tinggi dan PDIP partai lebih besar dibandingkan Gerindra?
Dilema ke empat Megawati, jika Ganjar dipilih maju sebagai capres PDIP siapa wakilnya? Mustahil cawapres Ganjar adalah Prabowo karena Prabowo ingin tetap menjadi capres (ini berarti tidak berkoalisi dengan Gerindra).
Mustahil juga cawapres Ganjar dari PKS, Demokrat, dan NasDem karena memilih mengusung Anies Basweda sebagai capres.
Pilihan tersisa bagi PDIP adalah cawapres dari KIB (Airlanga Hartarto), atau dari PKB (Cak Imin atau dari kalangan NU)
Ketiga: Airlangga Hartarto
Dilema pertama AH, maju sebagai capres (tapi elektabilitas belum tinggi), atau fokus menjadi cawapres bagi capres yang potensial menang.
Jika dilihat dari data survei, maka Ganjar-AH merupakan pasangan dengan elektabilitas tertinggi sebesar 28,7% dibandingkan dengan pasangan Anies-AHY dan Prabowo-Muhaimin dengan persentase masing-masing 22,4% dan 21,6%.
Dilema kedua AH, jika AH memilih cawapres dari Ganjar, bagaimana jika Ganjar dijodohkan dengan cawapres lain? AH harus hidupkan kartu alternatif.
Data menunjukkan jika tidak dengan Ganjar Pranowo, berpasangan dengan Anies Baswedan menjadi pilihan kedua bagi Airlangga Hartarto.
Pasangan Ganjar-AH memang lebih unggul sebesar 28,7% dibandingkan dengan pasangan Anies-AH sebesar 21,4%. Tapi selisih itu masih satu digit dan masih bisa dikejar untuk jangka waktu Pilpres yang masih panjang.
Jika terjadi pasangan ini saling melengkapi. Anies kekuatan segmen Islam, AH segmen nasionalis. Anies Solidarity Maker, AH teknoratis.
Tapi ini menjadi dilema ketiga AH. Berpasangan dengan Anies akan membuat AH keluar dari gerbong Jokowi, karena Anies lebih membawa suara perubahan.
Dilema keempat AH, Munas Golkar memberi mandat AH sebagai Capres. Pendaftaran capres di bulan September 2023.
Memang masih ada waktu menaikan elektabilitas AH sebagai capres. Namun AH jangan lupa bahwa telat bergerak akan membuat Ganjar atau Anies keburu memiliki cawapres yang lain.
Keempat: Prabowo Subianto
Tingkat pengenalan Prabowo sudah maksimal mencapai angka 96%, namun elektabilitas Prabowo jauh menurun dibanding Pilpres 2019.
Pada saat Pilpres 2019, elektabilitas Prabowo-Sandi mencapai 44,5%. Saat ini elektabilitas Prabowo berada di angka 23,9%.
Hampir mustahil Prabowo maju sebagai Cawapres atau tidak maju capres. Menjadi Capres 2024 adalah kesempatan terakhir.
Dilema pertama Prabowo, sudah sulit menang Pilpres 2024 karena elektabilitasnya sudah melampaui puncak, dan ia sudah dilewati oleh Ganjar Pranowo, tapi Prabowo harus tetap maju untuk mendongkrak dukungan terhadap Partai Gerindra.
Dilema kedua Prabowo, pilihan pertama Prabowo mendapat cawapres dari PDIP (Ganjar atau Puan). Tapi pasangan dari PDIP semakin sulit di dapat karena PDIP sebagai partai terbesar jika memungkinkan tetap akan memilih capres dari partainya sendiri.
Adapun dilema ketiga Prabowo kesulitan mencari cawapres diluar PKB. Sementara PKB bersikukuh harus Cak Imin cawapresnya.
Berdasarkan pemaparan masing-masing dilema dari empat king maker itu, LSI Denny JA menyimpulkan empat hal. Pertama, yaitu 14 bulan sebelum pilpres hadir empat king maker yang akan menentukan maksimal tiga pasangan capres.
Kedua, sementara Megawati, AH, dan Prabowo membawa spirit meneruskan Jokowi, hanya Surya Paloh yang potensial menjadi antitesa Jokowi. Ketiga, yakni masing-masing dari empat king maker memiliki dilemanya sendiri.
Sedangkan keempat, yaitu momen ketika Megawati sudah menentukan Capres PDIP, maka hal itu akan membuat pertarungan Pilpres 2024 semakin jelas siapa melawan siapa.
Dengan demikian, 14 bulan menuju Pilpres 2024, pilihan semakin mengerucut untuk membawa slogan penerus Jokowi atau membawa isu perubahan.